Oleh: Sri Nurmalita
Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun atau yang dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M/1 Ramdhan 732 H. Ayahnya bernama Abu Abdillah Muhammad, seorang mantan perwira militer yang gemar mempelajari ilmu pengetahuan, teologi dan sastra.
Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun atau yang dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M/1 Ramdhan 732 H. Ayahnya bernama Abu Abdillah Muhammad, seorang mantan perwira militer yang gemar mempelajari ilmu pengetahuan, teologi dan sastra.
Pada usia 17 tahun, Ibnu Khaldun telah menguasai ilmu Islam Klasik, termasuk terjun ke dunia politik. Beliau mempunyai banyak karya-karya, yang terkenal adalah "Muqoddimah". Disamping itu beliau juga menulis tentang sejarah, tasawuf, sosiologi, politik, sampai pada dasar-dasar metode penelitian yang lebih ilmiah, sehingga beliau seringkali dianggap sebagai peletak dasarnya.
Makhluk politik atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat atau organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury).
Ada satu konsep dari Ibnu Khaldun, yakni 'Ashabiyah yang mengandung makna Group Feeling, solidaritas kelompok, fanatisme kesukuan, nasionalisme atau sentimen kesukuan. Yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada saudara, tetangganya ketika salah satu dari mereka diperlakukan tidak adil atau disakiti.
'Ashabiyah dapat bersumber dari bermacam hal, seperti; ikatan darah atau persamaan ketuhanan, tempat tinggal berdekatan atau bertetangga, persekutuan atau aliansi, dan hubungan antara pelindung dan yang dilindungi.
Sifat kepemimpinan selalu dimiliki orang yang memiliki solidaritas sosial, dan itu menjadi syarat kepemimpinan. Tujuan akhir dari solidaritas sosial adalah kedaulatan, karena dengannya dapat mempersatukan tujuan; mempertahankan diri dan mengalahkan musuh.
Homogenitas juga berpengaruh dalam pembentukan sebuah Dinasti yang besar. Oleh karenanya, dalam homogenitas, seorang Raja haruslah berasal dari solidaritas kelompok yang paling dominan.
Ada tiga bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan natural, pemerintahan yang berdasarkan nalar, dan pemerintahan yang berdasarkan agama. "Negara yang paling baik adalah berdasarkan nilai-nilai agama Islam", ujar ustadz Yusuf, pengampu mata kuliah Da'wah dan Komunikasi Politik.