Oleh : Dewi Fitriyani ( mahasiswi semester 7)
Seorang bapak tua berkaca mata dengan jenggot putih yang lebat, turun dari mobil yang terdapat karat dimana-mana. Kemudian ia mondar-mandir mengangkut barang-barang hasil belanjaannya, dari sebah took di pasar Weleri Kendal.
Kerutan di wajahya menampakkan bahwa usianya tidak lagi muda, ia biasa dipanggil pak Anwar.
Ternyata ia adalah seorang pedagang barang-barang kelontong yang sedang berbelanja beberapa kebutuhan yang akan dijualnya kembali. "Saya mulai menjalani ritual ini sejak 20 tahun lalu, dan dengan jalan inilah Allah memberi riki sehingga saya dapat menyekolahkan 5 orang anak saya", ujarnya.
Setelah ia berbelanja, ia mengemasi dagangannya dan membawa pulang ke tokonya.
Bersama sang istri pak Anwar berdagang di tokonya. Walaupun penghasilan pas-pasan ia tetap menjalani profesi ini, "hampir semua keuntungan larinya ke pendidikan anak-anak kami". Lanjutnya pada penulis."sehingga toko kami ya segini-segini aja, tidak maju tidak pula berkembang". "Saya ini pedagang gadog". Tutupnya dalam pembicaraan. Gadog adalah sebuah ungkapan yang bermakna "tanggung" atau "tidak berkembang dan tidak bangkrut", Laa yamuutu fiihaa wa laa yahyaa.