Oleh: Ana Nurul Jannah
Dalam Islam, kemuliaan wanita tidak dapat ditandingi oleh hukum dan agama manapun. Hal ini dibuktikan dengan adanya satu surat khusus yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang wanita, yakni An-Nisâ’. Namun, tidak demikian halnya dengan pandangan beberapa Negara, hukum dan kelompok lainnya dari zaman dahulu, pertengahan, dan terkini.
Sebagaimana yang telah diterangkan oleh Dr. Dinar Dewi Kania, dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Barat. Beliau mengatakan, “Romawi tidak memberikan hak bicara apapun kepada wanita, meskipun dalam posisi benar”. Rabu, 19/03, Aula Sakinah, Jakarta Timur. Selain itu, dalam buku karangan Dr. Muhammad Abdullah Shaleh As Suhaim “Islam dan Pondasinya” disebutkan, kebudayaan Romawi telah menetapkan bahwa wanita adalah budak bagi laki-laki, dia tidak memiliki hak apapun.
Penulis Denmark Wieth Kordsten menjelaskan tentang arahan gereja Katolik sekitar permasalahan wanita dengan ungkapan, “Pada masa pertengahan, perhatian terhadap wanita Eropa sangat terbatas sekali, dengan mengikuti arah mazhab Katolik sebelumnya yang menganggap bahwa wanita itu diciptakan pada derajat kedua.”
Di Inggris, Henry VIII mengharamkan wanita Inggris untuk membaca kitab suci, Ia juga tidak dianggap sebagai penduduk hingga tahun 1850 M, dan tidak juga memiliki hak pribadi hingga tahun 1882.
Dr. Muhammad Abdullah Shaleh As Suhaim dalam bukunya juga mneyebutkan, wanita sekarang di Eropa, Amerika dan Negara-Negara industri modern lainnya menjadi bagian iklan-iklan produk komersial yang murah, bahkan terkadang harus dengan telanjang dan melepas pakaiannya untuk menawarkan barang dagangan di depan kelompok dagang. Tubuh serta kehormatannya, dihalalkan untuk tunduk serta menuruti kemauan kaum laki-laki yang hanya menjadikan wanita sebagai alat kesenangan bagi mereka di setiap tempat.