Oleh: Fadhiellah.
Tokoh-tokoh Masjumi menjadikan demokrasi sebagai alat, bukan sebagai tujuan dan keyakinan yang menyatakan bahwa sistem ini mampu memberikan solusi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Partai Masjumi berkeyakinan, sistem Islamlah yang mampu mengatur kehidupan umat manusia dalam segala hal. Sementara demokrasi hanyalah “alat” semata yang digunakan untuk memutuskan perkara-perkara yang bersifat keduniaan bukan yang bersifat hukum-hukum islam yang sudah Qath’i.
Saat ini ada kelompok yang menolak ikut terlibat dalam proses pemilihan lewat jalur pemilihan Umum, menganggap pemilihan itu berasal dari sistem di luar Islam. Namun, ketika pemimpin tersebut telah dipilih, mereka mewajibkan taat kepada pemimpin yang disebut Ulil Amri tersebut.
Bagaimana mungkin menolak prosesnya, namun menerima mentah-mentah hasilnya? Bagaimana mungkin menyatakan pemilu itu haram, namun menerima dan mewajibkan taat kepada orang yang terpilih dalam pemilu tersebut?
Mereka menggunakan alasan bahwa lebih baik 60 tahun hidup bersama pemerintahan yang zalim sekalipun, daripada satu hari tanpa penguasa. Anehnya, ketika diajak untuk ikut memilih penguasa, agar kepemimpinan tidak kosong dari kekuasaan umat Islam, mereka tidak mau.(Dalam Buku Belajar Dari Partai Masjumi)