Oleh: Linda Ayu Saputri
"Ting...ting..ting.." Suara botol itu terdengar dari kejauhan. Di gang yang sempit, nampak seorang lelaki yang sedikit kurus berdiri sambil menengok kesekelilingnya.
Ia menunggu lama pelanggannya. Sambil memukulkan sendok kebotol-botol yang berderet disamping gerobak.
Bajunya nampak basah dengan keringat. Topi yang dipakai pun tidak menghalanginya dari terik matahari.
Johan, penjual pem-pek yang biasa keliling diadaerah cipayung dan sekitarnya. Ia baru berdagang sekitar 2 bulan yang lalu. "Jangankan untuk menabung. Untuk makan saja pas-pasan" ujarnya.
Omzet yang didapat tidak sebanding dengan jauhnya perjalanan yang ia tempuh. keringat yang mengalir hanya dihargai dengan beberapa ratus rupiah saja. "Saya biasa bawa 100 biji. itupun yang terjual biasanya 40 sampai 60 biji saja per hari. Harga dari bos Rp. 1,400 per biji. saya jualnya Rp. 2000. jadi cuma dapat Rp.600 per biji nya. " lanjut pemuda itu.
Namun, hal tersebut tidak melemahkan niat lelaki yang berumur 27 tahun ini. "Walaupun untung sedikit saya tetep harus nabung, buat nyari istri" jelasnya dengan nada sedikit malu. Jakarta (26/03)