Oleh: Sita Resmi
Muh. Yunan Nasution adalah sosok yang aktif dalam pergerakan, pers, dan dakwah. Ia aktif dalam dunia jurnalistik pada era penjajahan belanda sampai pasca kemerdekaan. Yang melatar belakanginya untuk terjun dalam dunia jurnalis adalah tidak di dengarnya keluhan rakyat kepada pemimpin pada saat penjajahan. Pemimpin pada masa itu sendiri pun bagaikan sebuah boneka yang taat pada ‘tuannya’.
Media massa pada saat itu lebih banyak dikuasai oleh penjajah. Akhirnya ia pun memulai dunia jurnalistik pada saat usianya menginjak 17 tahun. Peranannya sangat penting dalam dunia jurnalistik. Ia adalah salah satu orang yang mampu mengkritik pemerintahan penjajahan pada saat itu.
Keberaniannya melawan penjajah tidak jarang membuatnya berhadapan dengan para penjajah. Bahkan diadili dan di penjara. Namun hal tersebut tidaklah menyurutkan semangatnya. Bahkan, di dalam penjara pun salah satu kegiatannya dalam waktu senggang adalah menulis.
Beberapa peranannya dalam dunia jurnalistik adalah sebagai pendiri pers Himalaya (1932), pendiri sekaligus pemimpin usaha majalah soeloeh islam (1934), pengasuh majalah pedoman masyarakat (1935), pimpinan redaksi semangat islam. Pada tahun 1945 , beliau menjadi Pimpinan Umum harian Islam Berjuang, di Medan.
Perjuangannya dalam hal tersebut memiliki banyak hambatan. Hampir keseluruhan majalah pernah dibredeil oleh pemerintah penjajah. Para pengurusnya pun banyak yang ditangkapi. Dan itulah mereka banyak mendirikan media massa baru.
Pada tanggal 30 januari 1938 dibentuklah sebuah wadah wartawan Muslim Indonesia (WARMUSI). Disana, ia menjabat sebagai sekretaris organisasi.
Salah satu tujuan didirikannya WARMUSI adalah karena untuk melawan media-media non islam. Yang pada saat itu pun gencar menyerang islam melalui tulisannya. Ia beranggapan bahwa islam tidak boleh diam saja dan harus melawan.
Sepertinya masa pengembangan warmusi ini menjadi masa perngembangan akhir dari kejayaan pers islam di Indonesia, sejak permulaan tahun 1920-an hingga permulaan tahun 1940-an, ketika Jepang berkuasa. Masa-masa itu banyak ditandai oleh terbitnya berbagai suratkabar dan majalah Islam (pers perjuangan) hampir merata di setiap kota-kota Indonesia.
Muh. Yunan Nasution adalah sosok yang aktif dalam pergerakan, pers, dan dakwah. Ia aktif dalam dunia jurnalistik pada era penjajahan belanda sampai pasca kemerdekaan. Yang melatar belakanginya untuk terjun dalam dunia jurnalis adalah tidak di dengarnya keluhan rakyat kepada pemimpin pada saat penjajahan. Pemimpin pada masa itu sendiri pun bagaikan sebuah boneka yang taat pada ‘tuannya’.
Media massa pada saat itu lebih banyak dikuasai oleh penjajah. Akhirnya ia pun memulai dunia jurnalistik pada saat usianya menginjak 17 tahun. Peranannya sangat penting dalam dunia jurnalistik. Ia adalah salah satu orang yang mampu mengkritik pemerintahan penjajahan pada saat itu.
Keberaniannya melawan penjajah tidak jarang membuatnya berhadapan dengan para penjajah. Bahkan diadili dan di penjara. Namun hal tersebut tidaklah menyurutkan semangatnya. Bahkan, di dalam penjara pun salah satu kegiatannya dalam waktu senggang adalah menulis.
Beberapa peranannya dalam dunia jurnalistik adalah sebagai pendiri pers Himalaya (1932), pendiri sekaligus pemimpin usaha majalah soeloeh islam (1934), pengasuh majalah pedoman masyarakat (1935), pimpinan redaksi semangat islam. Pada tahun 1945 , beliau menjadi Pimpinan Umum harian Islam Berjuang, di Medan.
Perjuangannya dalam hal tersebut memiliki banyak hambatan. Hampir keseluruhan majalah pernah dibredeil oleh pemerintah penjajah. Para pengurusnya pun banyak yang ditangkapi. Dan itulah mereka banyak mendirikan media massa baru.
Pada tanggal 30 januari 1938 dibentuklah sebuah wadah wartawan Muslim Indonesia (WARMUSI). Disana, ia menjabat sebagai sekretaris organisasi.
Salah satu tujuan didirikannya WARMUSI adalah karena untuk melawan media-media non islam. Yang pada saat itu pun gencar menyerang islam melalui tulisannya. Ia beranggapan bahwa islam tidak boleh diam saja dan harus melawan.
Sepertinya masa pengembangan warmusi ini menjadi masa perngembangan akhir dari kejayaan pers islam di Indonesia, sejak permulaan tahun 1920-an hingga permulaan tahun 1940-an, ketika Jepang berkuasa. Masa-masa itu banyak ditandai oleh terbitnya berbagai suratkabar dan majalah Islam (pers perjuangan) hampir merata di setiap kota-kota Indonesia.