Oleh: Ana
Pada masa penjajahan Jepang, wartawan Islam hanya diberi hak untuk membicarakan masalah berwudhu, beristinja dan sejenisnya. Tanpa menyinggung masalah-masalah politik Internasional maupun Nasional, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan lainnya.
Menurut Yunan Nasution, "seorang wartawan Islam hendaknya selain bisa berbicara bahasa Inggris juga harus memiliki pendidikan dan pengetahuan yang luas." Hal ini bertujuan agar umat Islam di Indonesia mampu menghadapi ujian dan tantangan, baik dari dalam maupun dari luar.
Bersama Buya Hamka, Yunan Nasution banyak memimpin dan mengisi Majalah Pedoman Masyarakat yang awalnya terbit di Medan, pada 1935. Majalah ini yang mempersambungkan gagasannya terhadap dunia luar, terutama kalangan seperjuangan di Tanah Air, dari berbagai Daerah.
Dalam buku catatan perjuangan H.M. Yunan Nasution disebutkan Yunan Nasution yang juga pernah menjabat sebagai ketua umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengatakan, "para insan pers Muslim harus punya keterpanggilan kolektif untuk berjuang bersama cita-cita Islam."
Kesadaran itulah yang pernah ditunjukkan sehingga beliau bersama Buya Hamka mendirikan ikatan Wartawan Muslimin Indonesia (WARMUSI), pada tanggal 29 januari 1938. Sikap dan langkahnya untuk menyamakan persepsi dan sikap juang insan pers Muslim. Di sisi lain, menjaga martabat Islam ketika harus berhadapan dengan kekuatan pers kontra Islam.
Dalam pidato HUT ke-5 majalah Panji Islam, Medan, 16 Mei 1939, Yunan menambahkan adapun maksud didirikannya WARMUSI memiliki tujuan ke dalam dan ke luar. Yaitu sebagai penyiar dan pembentang agama Islam, membangun perhatian umat. Selain itu, untuk mempertinggi kecerdasan kaum wartawan Islam supaya sangggup berjuang di abad serba bukti ini.
WARMUSI mulanya hanya merupakan perkumpulan lokal, di Medan. Namun, dalam perkembangannya WARMUSI juga terdapat di Solo dan berkembang pesat. Melihat hasil-hasil nyata yang diperoleh WARMUSI, timbulah gagasan untuk menyebarkannya ke seluruh wilayah Indonesia.
Maka pada 8 Januari 1941diadakanlah pertemuan yang dihadiri segenap penulis dan wartawan Islam yang datang dari berbagai daerah Jawa dan Sumatera. Dari sinilah, ditetapkan WARMUSI sebagai majalah pers Islam Nasional, dan Medan sebagai induk WARMUSI.
Masa pengembangan WARMUSI ini merupakan akhir dari kejayaan pers Islam di Indonesia, sejak permulaan tahun 1920 hingga permulaan 1940 ketika Jepang berkuasa.